Guest
Di suatu sore yang hening, cahaya senja perlahan meredup, dan di pojokan ruangan yang redup terdapat seekor kucing berbulu lebat yang duduk sendirian. Tatapan matanya penuh dengan kesedihan, seolah-olah menyimpan beban yang tak terlalu mudah diungkapkan. Bulu-bulu halusnya terlihat sedikit kusam, mencerminkan perasaan yang tak nyaman dalam hatinya. Kucing itu duduk dengan sikap yang mencerminkan kehampaan. Biasanya lincah dan penuh semangat, namun kali ini ia terlihat begitu pasif, seolah-olah terjebak dalam labirin pikiran yang membingungkan. Tidak ada mainan yang menarik perhatiannya, dan kesepiannya semakin terasa dalam keheningan ruangan. Mungkin ada sesuatu yang mengusik kedamaian kucing itu. Mungkin ia merasa tidak nyaman dengan perubahan cuaca atau mungkin ada sesuatu yang mengganggunya di luar sana. Ekspresi wajahnya seakan-akan mencerminkan kerinduan atau kehilangan yang sulit diungkapkan dalam kata-kata. Ketika didekati, kucing itu hanya menatap kosong ke arah yang tak terlihat, seakan-akan merenungkan sesuatu yang sangat dalam. Kadang-kadang, ia mengeluarkan suara pelan yang seolah-olah mencerminkan isi hatinya yang sedang penuh dengan rasa sedih. Meskipun dihampiri dengan kasih sayang, kucing itu tetap mempertahankan distansinya. Mungkin ia butuh waktu untuk meresapi perasaannya sendiri, untuk mencari pemahaman akan apa yang sedang ia alami. Setiap gerakannya lamban, dan kadang-kadang matanya berbinar-binar, seolah-olah mencari jawaban dari dunia yang tidak selalu memberikan kejelasan. Ketika malam tiba, kucing itu masih duduk di tempat yang sama, dengan ekspresi wajah yang tak kunjung berubah. Kesedihan yang terpatri dalam matanya mungkin akan memudar seiring waktu, tetapi saat ini, kucing itu seperti sedang menjalani pertarungan internal yang sulit dipahami oleh siapa pun, kecuali dirinya sendiri.
